BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Pembinaan karakter bangsa memiliki urgensi yang sangat luas dan bersifat
multidimensional. Sangat luas karena terkait dengan pengembangan
multiaspek potensi-potensi keunggulan bangsa dan bersifat
multidimensional karena mencakup dimensi-dimensi kebangsaan yang hingga saat
ini sedang dalam proses “menjadi”.
Pembinaan karakter bangsa harus diaktualisasikan secara nyata dalam bentuk aksi
nasional dalam rangka memantapkan landasan spiritual, moral, dan etika
pembangunan bangsa sebagai upaya untuk menjaga jati diri bangsa dan memperkukuh
persatuan dan kesatuan bangsa dalam naungan NKRI. Pembinaan karakter bangsa
harus dilakukan melalui pendekatan sistematik dan integratif dengan melibatkan
keluarga; satuan pendidikan; pemerintah; masyarakat termasuk teman sebaya,
generasi muda, lanjut usia, media massa, pramuka, organisasi kemasyarakatan,
organisasi politik, organisasi profesi, lembaga swadaya masyarakat; kelompok
strategis seperti elite struktural, elite politik, wartawan, budayawan,
agamawan, tokoh adat, serta tokoh masyarakat. Adapun strategi pembinaan
karakter dapat dilakukan melalui sosialisasi, pendidikan, pemberdayaan,
pembudayaan, dan kerja sama dengan memperhatikan kondisi lingkungan dan
kebutuhan masyarakat serta pendekatan multidisiplin yang tidak menekankan pada
indoktrinasi.
B. RUMUSAN MASALAH
1.
Apa yang di maksud dengan karakter, karakter
bangsa, dan pembinaan karakter bangsa ?
2.
Lingkunagan apa saja yang mempengaruhi karakter
bangsa?
3.
Bagaimana hasil karakter yang diharapkan dari
pembinaan karakter bangsa dalam rangka ketahanan nasional?
4.
Bagaimana strategi pembinaan karakter bangsa
dalam rangka ketahanan nasional?
BAB II
PEEMBINAAN
KARAKTER KEBANGSAAN INDONESIA
A. Pengertian Karakter, Karakter Bangsa, dan Pembangunan Karakter Bangsa
1.
Karakter
Karakter adalah nilai-nilai yang khas-baik (tahu nilai kebaikan, mau
berbuat baik, nyata berkehidupan baik, dan berdampak baik terhadap lingkungan)
yang terpateri dalam diri dan terejawantahkan dalam perilaku. Karakter secara
koheren memancar dari hasil olah pikir, olah hati, olah raga, serta olah rasa
dan karsa seseorang atau sekelompok orang. Karakter merupakan ciri khas
seseorang atau sekelompok orang yang mengandung nilai, kemampuan, kapasitas
moral, dan ketegaran dalam menghadapi kesulitan dan tantangan.
2.
Karakter Bangsa
Karakter bangsa adalah kualitas perilaku kolektif kebangsaan yang
khas-baik yang tecermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan
perilaku berbangsa dan bernegara sebagai hasil olah pikir, olah hati,
olah rasa dan karsa, serta olah raga seseorang atau sekelompok orang. Karakter
bangsa Indonesia akan menentukan perilaku kolektif kebangsaan Indonesia yang
khas-baik yang tecermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan
perilaku berbangsa dan bernegara Indonesia yang berdasarkan nilai-nilai
Pancasila, norma UUD 1945, keberagaman dengan prinsip Bhinneka Tunggal Ika, dan komitmen
terhadap NKRI.
3.
Pembinaan Karakter Bangsa
Pembinaan Karakter Bangsa adalah upaya kolektif-sistemik suatu negara
kebangsaan untuk mewujudkan kehidupan berbangsa dan bernegara yang sesuai
dengan dasar dan ideologi, konstitusi, haluan negara, serta potensi
kolektifnya dalam konteks kehidupan nasional, regional, dan global yang
berkeadaban untuk membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia,
bermoral, bertoleran, bergotong royong, patriotik, dinamis, berbudaya, dan
berorientasi Ipteks berdasarkan Pancasila dan dijiwai oleh iman dan takwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pembinaan karakter bangsa dilakukan secara koheren melalui proses
sosialisasi, pendidikan dan pembelajaran, pemberdayaan, pembudayaan, dan kerja
sama seluruh komponen bangsa dan negara.
B. Lingkungan yang mempengaruhi karakter bangsa
1.
Lingkungan Global
Globalisasi dalam banyak hal memiliki kesamaan dengan internasionalisasi yang
dikaitkan dengan berkurangnya peran dan batas-batas suatu negara yang
disebabkan adanya peningkatan keterkaitan dan ketergantungan antarbangsa dan
antarmanusia di seluruh dunia melalui berbagai bentuk interaksi. Globalisasi
juga dapat memacu pertukaran arus manusia, barang, dan informasi tanpa batas.
Hal itu dapat menimbulkan dampak terhadap penyebarluasan pengaruh budaya dan
nilai-nilai termasuk ideologi dan agama dalam suatu bangsa yang sulit
dikendalikan. Pada gilirannya hal ini akan dapat mengancam jatidiri bangsa.
Berdasarkan indikasi tersebut, globalisasi dapat membawa perubahan terhadap
pola berpikir dan bertindak masyarakat dan bangsa Indonesia, terutama
masyarakat kalangan generasi muda yang cenderung mudah terpengaruh oleh
nilai-nilai dan budaya luar yang tidak sesuai dengan kepribadian dan karakter
bangsa Indonesia. Untuk itu, diperlukan upaya dan strategi yang tepat dan
sesuai agar masyarakat Indonesia dapat tetap menjaga nilai-nilai budaya dan
jati diri bangsa serta generasi muda tidak kehilangan kepribadian sebagai
bangsa Indonesia.
2.
Lingkungan Regional
Pada lingkungan regional, pengaruh globalisasi juga membawa dampak terhadap
terkikisnya budaya lokal di zona negara-negara Asia Tenggara. Dampak tersebut
berwujud adanya ekspansi budaya dari negara-negara maju yang menguasai
teknologi informasi. Meskipun telah dilaksanakan upaya pencegahan melalui
program kerja sama kebudayaan, namun melalui teknologi infomasi yang dikembangkan,
pengaruh negara lain dapat saja masuk. Produk-produk budaya disebarluaskan
melalui berbagai teknologi media yang akhirnya membentuk perilaku baru,
kebudayaan baru, dan kemungkinan jati diri baru. Hal ini tentunya merupakan
ancaman bagi pembinaan sikap, perilaku, dan jati diri sebagai suatu bangsa.
Perkembangan regional Asia atau lebih khusus ASEAN dapat membawa perubahan
terhadap pola berpikir dan bertindak masyarakat dan bangsa Indonesia. Untuk
itu, diperlukan strategi yang tepat dan sesuai agar masyarakat Indonesia dapat
tetap menjaga nilai-nilai budaya dan jati diri bangsa serta generasi muda tetap
memiliki kepribadian sebagai bangsa Indonesia.
3.
Lingkungan Nasional
Perkembangan
politik di dalam negeri dalam era reformasi telah menunjukkan arah terbentuknya
demokrasi yang baik. Selain itu telah direalisasikan adanya kebijakan
desentralisasi kewenangan melalui kebijakan otonomi daerah. Namun, sampai saat
ini, pemahaman dan implementasi konsep demokrasi dan otonomi serta pentingnya
peran pemimpin nasional masih belum memadai. Sifat kedaerahan yang kental dapat
mengganggu proses demokrasi dan bahkan mengganggu persatuan nasional.
Harus
diakui bahwa banyak kemajuan yang telah dicapai bangsa Indonesia sejak lebih
dari enam puluh tahun merdeka. Pembangunan fisik dimulai dari zaman orde lama,
orde baru, orde reformasi hingga pasca reformasi terasa sangat pesat, termasuk
pembangunan infrastruktur pendukung pembangunan yang mencapai tingkat kemajuan
cukup berarti. Misalnya, jaringan listrik, jaringan komunikasi, jalan raya,
berbagai sumber energi, serta prasarana dan sarana pendukung lainnya. Kemajuan
fisik yang terlihat kasat mata adalah banyaknya gedung bertingkat di kota-kota
besar di Indonesia yang mengindikasikan kemajuan bangsa Indonesia dalam bidang
pembangunan. Selain itu, kemajuan penting yang dicapai dalam tata pemerintahan
adalah diluncurkannya Undang-undang tentang Otonomi Daerah pada tahun 2001 yang
memberi keleluasaan kepada pemerintah daerah, provinsi dan kabupaten/kota untuk
membangun daerah dengan kekuatan dan potensi yang dimilikinya.
Kemajuan
di bidang fisik harus diimbangi dengan pembangunan nonfisik, termasuk membina
karakter dan jati diri bangsa agar menjadi bangsa yang kukuh dan memiliki
pendirian yang teguh. Sejak zaman sebelum merdeka hingga zaman pasca reformasi
saat ini perhatian terhadap pendidikan dan pengembangan karakter terus mendapat
perhatian tinggi. Pada awal kemerdekaan pembangunan pendidikan menekankan
pentingnya jati diri bangsa sebagai salah satu tema pokok pembinaan karakter
dan pekerti bangsa. Pada zaman Orde Lama, Nation
and Character Building merupakan pembinaan karakter dan pekerti bangsa.
Pada zaman Orde Baru, pembinaan karakter bangsa dilakukan melalui mekanisme
penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4). Pada zaman
Reformasi, sejumlah elemen kemasyarakatan menaruh perhatian terhadap pembinaan
karakter bangsa yang diwujudkan dalam berbagai bentuk kegiatan.
C. Karakter yang Diharapkan
Secara
psikologis karakter individu dimaknai sebagai hasil keterpaduan empat bagian,
yakni olah hati, olah pikir, olah raga, olah rasa dan karsa. Olah hati
berkenaan dengan perasaan sikap dan keyakinan/keimanan. Olah pikir berkenaan
dengan proses nalar guna mencari dan menggunakan pengetahuan secara kritis,
kreatif, dan inovatif. Olah raga berkenaan
dengan proses persepsi, kesiapan, peniruan, manipulasi, dan penciptaan
aktivitas baru disertai sportivitas. Olah rasa dan karsa berkenaan dengan kemauan
dan kreativitas yang tecermin dalam kepedulian, pencitraan, dan penciptaan
kebaruan. Karakter individu yang dijiwai oleh sila-sila Pancasila pada
masing-masing bagian tersebut, dapat dikemukakan sebagai berikut.
1. Karakter
yang bersumber dari olah hati, antara lain beriman
dan bertakwa, jujur, amanah, adil, tertib, taat aturan, bertanggung jawab,
berempati, berani mengambil resiko, pantang menyerah, rela berkorban, dan
berjiwa patriotik;
2. Karakter yang bersumber dari olah pikir antara lain cerdas, kritis,
kreatif, inovatif, ingin tahu, produktif, berorientasi Ipteks, dan reflektif;
3. Karakter yang bersumber dari olah raga/kinestetika antara lain bersih, dan
sehat, sportif, tangguh, andal, berdaya tahan, bersahabat, kooperatif, determinatif,
kompetitif, ceria, dan gigih;
4. Karakter yang bersumber dari olah rasa dan karsa antara lain kemanusiaan,
saling menghargai, gotong royong, kebersamaan, ramah, hormat, toleran,
nasionalis, peduli, kosmopolit (mendunia), mengutamakan kepentingan umum, cinta
tanah air (patriotis), bangga menggunakan bahasa dan produk Indonesia, dinamis,
kerja keras, dan beretos kerja.
Olah hati, olah pikir, olah raga, serta olah
rasa dan karsa sebenarnya saling terkait satu sama lainnya. Oleh sebab itu,
banyak aspek karakter yang dapat dijelaskan sebagai hasil dari beberapa proses.
D.
STRATEGI PEMBINAAN KARAKTER BANGSA
1. Strategi Pembinaan Karakter Bangsa Melalui Sosialisasi
Sosialisasi
dimaknai sebagai usaha sadar dan terencana untuk membangkitkan kesadaran dan
sikap positif terhadap pembangunan karakter bangsa guna mewujudkan masyarakat
yang berketuhanan yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, berjiwa
persatuan Indonesia, berjiwa kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan, serta berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Agar sosialisasi dapat
berlangsung efektif dan efisien, maka pemilihan media dan target sasaran
menjadi sangat penting. Disadari atau tidak perkembangan teknologi informasi
dengan media sebagai piranti utama, berimplikasi pada tatanan kehidupan umat
manusia dalam berbagai dimensinya, baik dalam dimensi politik, ekonomi, sosial
budaya, maupun agama. Kondisi ini patut diwaspadai sehingga masyarakat tidak
terjebak pada kemajuan teknologi informasi semata tanpa berupaya. Dengan
demikian, unsur media (cetak, elektronik, tradisional) harus diposisikan
sebagai mitra strategis dalam upaya pembinaan karakter bangsa utamanya dalam hal sosialisasi.
Di samping unsur media, hal lain
yang perlu mendapatkan perhatian adalah penentuan kelompok-kelompok sasaran
sehingga dampak sosialisasi segera merambah pada setiap anak bangsa, terutama
generasi muda. Pada dasarnya kelompok sasaran adalah seluruh warga negara
Indonesia, yang lebih difokuskan pada generasi muda. Adapun sasaran adalah
pemerintah, dunia usaha dan industri, satuan pendidikan, organisasi sosial
kemasyarakatan/ profesi, organisasi sosial politik, dan media massa.
2. Strategi Pembinaan Karakter Bangsa Melalui Pendidikan
Pendidikan karakter adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
serta proses pemberdayaan potensi dan pembudayaan peserta didik guna membangun
karakter pribadi dan/atau kelompok yang unik-baik sebagai warga negara. Hal itu
diharapkan mampu memberikan kontribusi optimal dalam mewujudkan
masyarakat yang berketuhanan yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan
beradab, berjiwa persatuan Indonesia, berjiwa kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, berkeadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
Strategi pembinaan karakter bangsa melalui program pendidikan memerlukan
dukungan penuh dari pemerintah yang dalam hal ini berada di jajaran Kementerian
Pendidikan Nasional. Oleh karena itu, fasilitasi yang perlu didukung berupa hal-hal sebagai berikut:
a. Pengembangan kerangka dasar dan perangkat kurikulum,
inovasi pembelajaran dan pembudayaan karakter; standardisasi perangkat dan
proses penilaian, kerangka dan standardisasi media pembelajaran yang dilakukan
secara sinergis oleh pusat-pusat di lingkungan Badan Penelitian dan
Pengembangan Pendidikan Nasional.
b. Pengembangan satuan pendidikan yang memiliki budaya kondusif bagi
pembangunan karakter dalam berbagai modus dan konteks pendidikan usia dini, pendidikan dasar dan menengah, serta
pendidikan tinggi dilakukan secara sistemik oleh semua direktorat terkait
di lingkungan Kementerian Pendidikan Nasional.
c. Pengembangan kelembagaan dan program pendidikan
nonformal dan informal dalam rangka pendidikan karakter melalui berbagai
modus dan konteks dilakukan secara sistemik oleh semua direktorat terkait di
lingkungan Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal dan
Informal.
d. Pengembangan dan penyegaran kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan,
baik di jenjang pendidikan usia dini, dasar, menengah maupun pendidikan tinggi
yang relevan dengan pendidikan karakter dalam berbagai modus dan konteks
dilakukan secara sistemik oleh semua direktorat terkait.
e. Pengembangan karakter peserta didik di perguruan
tinggi melalui penguatan standar isi dan proses, penelitian dan
pengembangan pendidikan karakter, pembinaan lembaga pendidikan tenaga
kependidikan, pengembangan dan penguatan jaringan informasi professional.
Pembinaan karakter dilakukan secara sistemik oleh semua direktorat terkait.
3. Strategi Pembinaan Karakter Bangsa melalui Pemberdayaan
Pemberdayaan merupakan salah satu strategi pembinaan karakter bangsa yang
diarahkan untuk memampukan para pemangku kepentingan dalam rangka menumbuhkembangkan
partisipasi aktif mereka dalam pembangunan karakter.
Lingkungan keluarga merupakan wahana pendidikan karakter yang pertama dan
utama. Oleh karena itu orang tua perlu ditingkatkan kemampuannya sehingga
memiliki kemampuan untuk melakukan pembinaan dan pengembangan karakter.
Pemberdayaan dilingkup keluarga dilakukan melalui:
(1) penetapan regulasi yang mendorong orang tua dapat
berinteraksi dengan sekolah, dan lembaga pendidikan yang terkait pembangunan
karakter
(2) pemberian pelatihan dan penyuluhan tentang
pendidikan karakter (3) pemberian penghargaan kepada para tokoh-tokoh atau
orang tua yang telah menunjukkan komitmennya dalam membangun karakter di
lingkungan keluarga
(4) peningkatan komunikasi pihak sekolah dan
lembaga pendidikan terkait dengan orang tua.
4. Strategi Pembinaan Karakter Bangsa
melalui Pembudayaan
Strategi pembinaan karakter bangsa melalui pembudayaan dilakukan melalui keluarga, satuan
pendidikan, masyarakat, dunia usaha, partai politik, dan media massa. Strategi
pembudayaan menyangkut pelestarian, pembiasaan, dan pemantapan nilai-nilai baik
guna meningkatkan martabat sebuah bangsa. Strategi tersebut dapat berwujud
pemodelan, penghargaan, pengidolaan, fasilitasi, serta hadiah dan hukuman.
Pemerintah harus menjadi teladan bagi pembudayaan karakter bangsa karena
pemerintah harus dapat menjadi contoh warganya. Pemerintahan yang baik
mencerminkan masyarakat yang baik. Masyarakat yang berkarakter mencerminkan
warga negara yang berkarakter. Pemerintah
dengan demikian harus selalu di garda depan dalam pembudayaan karakter dengan
segala manifestasinya. Selain keteladan, pembudayaan dalam
lingkup pemerintah dapat dilakukan dengan pembiasaan nilai-nilai di lingkungan pemerintah, peningkatan
ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta penegakan aturan.
5. Strategi Pembinaan Karakter Bangsa Melalui Kerjasama
Pada dasarnya, kunci akhir sebuah strategi ada pada kerjasama dan koordinasi.
Berbagai kerjasama dan kordinasi dapat dilakukan antarwarga negara, antarkelompok,
antarlembaga, antardaerah, dan bahkan antarnegara.
Ada beberapa cara yang dapat menjadikan kerjasama dapat berjalan dengan baik
dan mencapai tujuan yang telah disepakati. Hal itu dapat dimulai dengan saling terbuka, saling mengerti, dan
saling menghargai. Setelah kerjasama dapat
dilakukan, maka langkah selanjutnya adalah koordinasi dan evaluasi. Bentuk
koordinasi yang dapat dilakukan antara lain:
1.
koordinasi perencanaan kegiatan pendidikan
karakter secara dinamis dari jenjang pendidikan usia dini, dasar, menengah,
hingga pendidikan tinggi sesuai konteks kebutuhan dan perubahan zaman;
2.
koordinasi kegiatan satuan pendidikan dengan
lembaga pendidikan di alam terbuka, antara lain gerakan Pramuka, dalam hal
penerapan silabi pendidikan karakter;
3.
koordinasi secara teknikal dengan lembaga yang
mengembangkan kompetensi teknologi informasi dan komunikasi, multimedia
dalam pembuatan materi interaktif pendidikan karakter;
4.
koordinasi dengan lembaga yang mengembangkan
kompetensi bidang psikologi dan komunikasi dalam perencanaan model proses
pembelajaran pendidikan karakter sesuai penciri warga negara agar mampu
mengadaptasikan dirinya dalam pluralitas karakter di lingkungan global.
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Negara Indonesia adalah negara yang solid terdiri dari berbagai suku dan
bangsa, terdiri dari banyak pulau-pulau dan lautan yang luas. Jika kita sebagai
warga negara ingin mempertahankan daerah kita dari ganguan bangsa/negara lain,
maka kita harus memperkuat ketahanan nasional kita. Ketahanan nasional adalah
cara paling ampuh, karena mencakup banyak landasan seperti : Pancasila sebagai
landasan ideal, UUD 1945 sebagai landasan konstitusional dan Wawasan Nusantara
sebagai landasan visional, jadi dengan demikian katahanan nasional kita sangat
solid.
Mengingat
penting dan luasnya cakupan pembinaan karakter bangsa dalam rangka ketahanan nasional,
menjadikan masyarakat berketuhanan yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan
beradab, berjiwa persatuan Indonesia, berjiwa kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta berkeadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia, maka diperlukan komitmen dan dukungan dari
lembaga penyelenggara negara, dunia usaha dan industri, masyarakat, media massa
dan pemangku kepentingan lainnya untuk menyusun program kerja dan
mengkoordinasikan dengan pihak terkait agar terjadi sinergi yang kokoh untuk
mewujudkan Indonesia yang lebih baik.
Jawaban
Pertanyaan
1.
Paham
Kebangsaan, Rasa Kebangsaan, dan Semangat Kebangsaan
Paham Kebangsaan. Paham
Kebangsaan merupakan pengertian yang mendalam tentang apa dan bagaimana bangsa
itu mewujudkan masa depannya. Dalam mewujudkan paham tersebut belum diimbangi
adanya legitimasi terhadap sistem pendidikan secara nasional, bahkan masih
terbatas muatan lokal, sehingga muatan nasional masih diabaikan. Tidak adanya
materi pelajaran Moral Pancasila atau Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa
(PSPB) atau sertifikasi terhadap Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila
(P4) di setiap strata pendidikan, baik formal, nonformal, maupun di masyarakat
luas.
Rasa Kebangsaan. Rasa
kebangsaan tercermin pada perasaan rakyat, masyarakat dan bangsa terhadap
kondisi bangsa Indonesia yang dalam perjalanan hidupnya menuju cita-cita bangsa
yaitu masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Hal ini
masih dirasakan jauh untuk menggapainya, karena lunturnya rasa kebangsaan yang
tercermin dalam kehidupan sehari-hari dengan berbagai peristiwa, baik perasaan
mudah tersinggung yang mengakibatkan emosional tinggi yang berujung pada
pembunuhan, bahkan pada peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan 17 Agustus yang
setiap tahun dirayakan kurang menggema, karena kurangnya penghayatan dan
pengamalan terhadap Pancasila. Di samping itu, adanya tuntutan sekelompok
masyarakat dengan isu putra daerah terutama dalam Pilkada masih terjadi amuk
massa dengan kepentingan sektoral, sehingga akan mengakibatkan pelaksanaan
pembangunan nasional terhambat.
Semangat Kebangsaan.
Belum terpadunya semangat kebangsaan atau nasionalisme yang merupakan perpaduan
atau sinergi dari rasa kebangsaan dan paham kebangsaan. Hal ini tercermin pada
sekelompok masyarakat mulai luntur dalam memahami adanya pluralisme, karena
pada kenyataannya bangsa Indonesia terdiri atas bermacam suku, golongan dan
keturunan yang memiliki ciri lahiriah, kepribadian, kebudayaan yang berbeda,
serta tidak menghapus kebhinekaan, melainkan melestarikan dan mengembangkan
kebhinekaan sebagai dasarnya.
Penghayatan dan
pengamalan Pancasila dalam wawasan kebangsaan yang terasakan saat ini, belum
mampu menjaga jati diri, karakter, moral dan kemampuan dalam menghadapi
berbagai masalah nasional. Padahal dengan pengalaman krisis multidimensional
yang berkepanjangan, agenda pemahaman, penghayatan dan pengamalan Pancasila
dalam bentuk wawasan kebangsaan bagi bangsa Indonesia harus diarahkan untuk
membentuk serta memperkuat basis budaya agar mampu menjadi tumpuan bagi usaha
pembangunan di segala aspek kehidupan maupun di segala bidang.
2. Pengertian Wawasan Kebangsaan
Istilah Wawasan
Kebangsaan terdiri dari dua suku kata yaitu “Wawasan” dan “Kebangsaan” dan
secara etimologis istilah wawasan berarti hasil mewawas, tinjauan, pandangan
dan dapat juga berarti konsepsi cara pandang (Kamus Besar Bahasa Indonesia:
1998 dalam Suhady 2006: 18).
Wawasan Kebangsaan
sangat identik denga Wawasan Nusantara yaitu wawasan/konsepsi cara pandang
bangsa Indonesia dalam mencapai tujuan nasional yang mencakup perwujudan
kepulauan nusantara sebagai satu kesatuan politik, sosial budaya, ekonomi dan pertahanan
keamanan, serta identik pula dengan Wawasan sosial sebagai kemampuan untuk
memahami cara-cara penyesuaian diri atau penempatan diri di lingkungan sosial,
dalam Suhady (2006: 18-1)
Wawasan adalah
kemampuan untuk memahami cara memandang sesuatu konsep tertentu yang
direfleksikan dalam perilaku tertentu sesuai dengan konsep atau pokok pikiran
yang terkandung di dalamnya (Suhadi, 2006).
Kebangsaan berasal dari
kata bangsa yang mengandung arti ciri-ciri yang menandai golongan bangsa
tertentu dan mengandung arti kesadaran diri sebagai warga dari suatu Negara
(Kamus Besar Bahasa Indonesia: 1989 dalam Suhady 2006).
Kebangsaan adalah tindak
tanduk kesadaran dan sikap yang memandang diri sebagai suatu kelompok bangsa
yang sama dengan keterikatan sosio-kultural yang disepakati bersama
(Parangtopo: 1993 dalam Suhady 2006).
Wawasan kebangsaan
adalah suatu wawasan yang mementingkan kesepakatan, kesejahteraan, kelemahan
dan keamanan bangsa sebagai titik tolak dalam berfalsafah berencana dan
bertindak (Suhady, 2006: 19).
Guna penerapan konsep
wawasan kebangsaan perlu dipahami 2 aspek yaitu aspek moral karena konsep
wawasan kebangsaan mensyaratkan adanya perjanjian diri/ komitmen pada
seseorang/ masyarakat untuk turut bekerja bagi kelanjutan eksistensi bangsa dan
bagi peningkatan kualitas hidup bangsa, dan aspek intelektual karena konsep
wawasan kebangsaan menghendaki pengetahuan yang memadai guna mentuntaskan
tantangan yang dihadapi bangsa saat ini dan masa mendatang serta potensi yang
dimiliki bangsa (Suhady, 2006).
Wawasan kebangsaan
dapat juga diartikan sebagai sudut pandang/ cara memandang yang mengandung
kemampuan seseorang atau kelompok orang untuk memahami keberadaan jati diri
sebagai suatu bangsa dalam memandang dirinya dan bertingkah laku sesuai
falsafah hidup bangsa dalm lingkungan internal dan lingkungan eksternal.
Wawasan menentukan cara bangsa mendayagunakan kondisi geografis Negara, sejarah,
sosio-budaya, ekonomi dan politik serta pertahanan keamanan dalam dalam
mencapai cita-cita dan menjamin kepentingan nasional.
Wawasan kebangsaan
menentukan bangsa menempatkan diri dalam tat berhubungan dengan sesame bangsa
dan dalam pergaulan dengan bangsa-bangsa lain di dunia internasional.
Wawasan kebangsaan
mengandung komitmen dan semangat persatuan untuk menjamin keberadaan dan
peningkatan kualitas kehidupan bangsa dan menghendaki pengetahuan yang memadai
tentang tantangan masa kini dan masa mendatang serta berbagai potensi bangsa
(Suhady, 2006: 12-20).
3. Pengertian Wawasan Nusantara
Wawasan nusantara yang
biasa disingkat wasantara berasala dari kata wawas (atau dari kata induk
mawas)yang mempunyai arti pandang, melihat. Dengan memberikan akhiran -an maka
akan mempunyai tambahan arti cara. Wawasan berarti suatu cara pandang/lihat.
Kata pandang tidak selamanya dihubungkan dengan panca indera penglihatan tapi
dapat diperluas menjadi respon, menyikapi, langkah. Jadi,wawasan adalah suatu
cara menyikapi dengan dasar yang tertentu sebagai acuan.
Sedangkan nusantara
berasal dari dua kata yaitu nusa dan antara. Nusa merupakan isitilah jawa kuno
yang mempunyai arti pulau. Antara mengandung makna ada sesuatu yang diapit.
Nusantara berarti pulau yang mengapit. Jika diperluas dapat diartikan sebagai
kepulauan yang saling terikat satu sama lain.
Jadi wawasan nusantara
secara arti kata adalah cara pandang suatu bangsa berkepulaun dalam menyikapi
permasalahan-permasalahan dalam kehidupannya dengan kondisi beraneka ragam (itu
adalah defini versi saya). Sedangkan defini sebagai bangsa Indonesia yang
notabene adalah negara kepulauan, Wawasan nusantara adalah cara pandang bangsa
Indonsia tentang diri dan lingkungan sekitarnya berdasarkan ide nasionalnya
yang berlandaskan pancasila dan UUD 1945 yang merupakan aspirasi bangsa
Indonsia yang merdeka dan berdaulat untuk mencapai tujuan nasional.
Definisi resminya
menurut Ketetapan MPR Tahun 1993 dan 1998 tentang GBHN, Wawasan Nusantara yang
merupakan wawasan nasional yang bersumber pada Pancasila dan berdasarkan UUD
1945adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan
lingkungannya dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan
wilayah dalam menyelengarakan kehidupanbermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
untuk mencapai tujuan nasional.
4. Peran yang dapat dilakukan Mahasiswa dalam menanggulangi kondisi Negara
yang diperlukan saat ini
Mahasiswa merupakan
salah satu aset Negara dan penerus yang nantinya akan menggantikan kedudukan
para pejabat menteri dan presiden dalam mengurus dan mengembangkan Negara ini
lebih maju lagi. Upaya merajut wawasan berkebangsaan, tentunya mahasiswa akan
mengetahui ada satu potensi besar dalam keragaman kaum muda, keragaman bangsa,
dan mengenal suku-suku lain apabila mengimplementasikannya dengan mengadakan
satu kegiatan yang mampu mengembangkan wawasan tersebut. Beberapa contoh kasus
dalam meningkatkan wawasan kebangsaan:
1. Sederhananya, melalui kegiatan jambore yang
diadakan oleh kampus menjadi suatu komunitas generasi muda yang terdidik agar
bisa menjadi pilar penyebar semangat cinta Tanah Air, berbudaya unggul, dan
berprestasi secara akademik maupun secara kemasyarakatan.
2. Pelaksanaan karya bakti untuk memajukan
lingkungan sekitar yang sekiranya membutuhkan bantuan. Dengan begitu, hal ini
secara tidak langsung akan mempererat persatuan antara masyarakat dengan
mahasiswa.
3.
Pelaksanaan makrab (malam keakraban) yang mampu menjalin rasa persatuan yang
kuat satu dengan yang lainnya. Hal ini akan menumbuhkan solidaritas yang erat
antar mahasiswa maupun dengan para dosennya. ”Dalam setiap kebangkitan sebuah
peradaban di belahan dunia manapun maka kita akan menjumpai bahwa pemuda adalah
salah satu irama rahasianya”(Hasan Al Banna).
5. Tindakan mengatasi demo anarkhis, perkelahian, perjudian, narkoba, dan
sebagainya di kalangan Mahasiswa
Sebagai
mahasiswa,seharusnya mengesampingkan masalah pribadi atau kelompok. Seharusnya
kita harus mengedepankan kepentingan bersama. Pikiran positif harus diciptakan
semua pihak. Pikiran positif pihak mahasiswa harus diciptakan untuk menjadi
lebik bijak. Bahwa polisi adalah aparat yang tidak mementingkan kepentingan
politik, mereka hanya sekedar berorientasi melancarkan hambatan yang menganggu
keamanan dan ketertiban umum. Mahasiswa juga harus sadar bahwa polisi adalah
profesional yang diciptakan untuk menghargai simbol-simbol korpsnya secara
mutlak. Simbol kebanggaan korps seperti bendera atau markas harus dijaga dengan
darah dan nyawa. Bila simbol kebanggan korps seperti markas mereka diserang
maka akan meningkatkan adrenalinnya untuk melakukan tindakan yang diluar rasio
akal sehat seorang sipil.
Selain
itu, pemerintah perlu melakukan upaya menanamkan nilai-nilai kebangsaan,
persatuan dan persaudaraan yang berlandaskan pada Pancasila, UUD 1945, Bhineka
Tunggal Ika dan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) agar tumbuh pemahaman
demokrasi yang baik di tengah masyarakat. Dan dalam berdemokrasi masyarakat
harus memiliki sportivitas yaitu siap kalah dan siap menang. Bila hukum dan
keadilan benar-benar dilaksanakan secara jujur dan konsisten, maka gejolak di
tengah masyarakat akibat kemiskinan dan kesenjangan ekonomi tidak akan terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
Amori,
A. 2007. A Theoritical
Framework for Educational Game Development. Educational Technology
Research & Development: Game Object Model Version II
Hasan,
H.S. 2010. Pengembangan
Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Jakarta: Litbang Puskur
Kemdiknas
Nunut. 2011.
Pembentukan karakter bangsa dengan
pancasila. http://nunutwaone/2011/5/makalah-pembentukan-karakter-bangsa-pancasila.html.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar