Rabu, 10 Juni 2015

Reformasi yang Dapat Memperbaiki Nasib Bangsa


 (untuk memenuhi tugas mata kuliah pendidikan kewiraan dan kewarganegaraan)

Dosen Pengasuh : Moesadin Malik, Ir.,M.Si







Disusun Oleh ;
Nama : Rusmiati
NPM : 49114858
No Absen : 17
Kelas : 1DC01
Jurusan: Teknik Komputer
Direktorat : D3 Teknologi Informasi
UNIVERSITAS GUNADARMA
2015


Kata Pengantar
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, penulis panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan  penulisan makalah tentang “REFORMASI” ini.
Adapun penulisan  makalah yang berjudul “REFORMASI” yang berisi tentang bagaimana reformasi diindonesia terjadi ,tujuan serta mengapa reformasi bisa terjadi diindonesia yang berpengaruh kepada kehidupan berbangsa dan bernegara,telah penulis usahakan semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu penulis tidak lupa menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam pembuatan tulisan ini, terutama kepada orang tua penulis,serta dosen pembimbing mata kuliah Pend.Kewiraan dan Kewarganegaraan.
Namun tidak lepas dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa ada kekurangan baik dari segi penulisan bahasanya maupun segi lainnya. Oleh karena itu dengan lapang dada dan tangan terbuka, penulis membuka selebar-lebarnya bagi pembaca yang ingin memberi saran dan kritik kepada penulis, sehingga penulis dapat memperbaiki tulisan ini.
            Akhirnya penulis mengharapkan semoga dari tulisan tentang REFORMASI ini dapat menjadi bahan pembelajaran serta menjadi bahan referensi pembaca.


Depok, 07   Juni  2015

Penulis,



Daftar Isi
Kata Pengantar                                              ...................................................................... 2
Daftar Isi                                                        ...................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN                            ...................................................................... 4
I.1 Latar Belakang                                         ...................................................................... 4
I.2 Tujuan                                                       ...................................................................... 4
BAB II REFORMASI                                  ...................................................................... 5
II.1 Sebab-sebab Lahirnya Reformasi           ...................................................................... 5
II.2 Tercapaikah ,Reformasi diIndonesia?     ...................................................................... 8
II.3 Dampak positif dan negatif Reformasi   ...................................................................... 9
BAB III PENUTUP                                      ...................................................................... 11
III.1 Kesimpulan                                            ...................................................................... 11
III.2 Saran                                                      ...................................................................... 11
Jawaban pertanyaan                                       ...................................................................... 12
Daftar Pustaka                                               ...................................................................... 15





BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Tujuan reformasi tiada lain adalah untuk kesejahteraan rakyat. Namun selama 11 tahun pelaksnaan reformasi, kesejahteraan rakyat nyaris tidak berubah. Keberhasilan reformasi lembaga politik dan kebebasan berekspresi tidak disertai reformasi ekonomi sehingga belum mampu mengurangi kesenjangan sosial warisan Orde Baru.
Perubahan positif yang terjadi masih bersifrat prosedular, belum membawa perubahan secara substansial yang akhirnya serba paradosial. Demokrasi dan desentralisasi berjalan maju, perubahan UUD 1945 menuju living constitution yang dulu tabu kini dapat dilakukan. Tetapi, rakyat tetap tidak sejahtera. Reformasi yang terjadi juga tidak menguatkan nilai-nilai keutamaan dalam masyarakat. Kejujuran, kerja keras, semangat gotong royong, dan kebanggaan berbangsa justru semakin melemah.

I.2 Tujuan
         Penting bagi kita mempelajari dan mengetahui latar belakang terjadinya reformasi serta mempelajari susunan-susunan masa revolusi pasca kemerdekaan Republik Indonesia.
 Karena banyaknya terjadi penyimpangan-penyimpangan penggunaan kekuasaan pada masa-masa tersebut sangat penting bagi kita untuk membahas dan mencari solusi bersama-sama dengan melihat dari sisi silam latar belakang negara.
Sebagai generasi muda kita harus mampu menciptakan pemikiran-pemikiran baru yang berguna sehinga dapat bermanfaat bagi kemajuan negara kedepanya.
 Penyelewengan-penyelewengan kekuasaan tidak hanya terjadi dimasa silam, saat ini pun kerap terdengar berbagai kasus korupsi, kolusi dan nepotisme yang dilakukan segelintir aparat pemerintahan disinilah peranan kita sebagai generasi penerus bangsa untuk menciptakan gagasan-gagasan baru dalam mencari solusi menghapus setiap tindakan penyelewengan-penyelewengan kekuasaan yang terjadi.







BAB II REFORMASI
Reformasi merupakan suatu perubahan tatatan perikehidupan lama ke tatanan perikehidupan baru yang lebih baik. Gerakan reformasi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998 merupakan suatu gerakan yang bertujuan untuk melakukan perubahan dan pembaruan, terutama perbaikan tatanan perikehidupan dalam bidang politik, ekonomi, hukum, dan sosial. Dengan demikian, gerakan reformasi telah memiliki formulasi atau gagasan tentang tatanan perikehidupan baru menuju terwujudnya Indonesia baru.
Gerakan reformasi lahir sebagai jawaban atas krisis yang melanda berbagai segi kehidupan. Krisis politik, ekonomi, hukum, dan krisis sosial merupakan faktorfaktor yang mendorong lahirnya gerakan reformasi. Bahkan, krisis kepercayaan telah menjadi salah satu indikator yang menentukan. Reformasi dipandang sebagai gerakan yang tidak boleh ditawar-tawar lagi dan karena itu, hampir seluruh rakyat Indonesia mendukung sepenuhnya gerakan reformasi tersebut.
II.1 Sebab-sebab Lahirnya Reformasi
Kesulitan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pokok merupakan faktor atau penyebab utama lahirnya gerakan reformasi. Namun, persoalan itu tidak muncul secara tiba-tiba. Banyak faktor yang mempengaruhinya, terutama ketidakadilan dalam kehidupan politik, ekonomi, dan hukum.
Penyimpangan-penyimpangan terhadap nilai-nilai Pancasila dan ketentuan-ketentuan yang tertuang dalam UUD 1945 yang sangat merugikan rakyat kecil. Bahkan, Pancasila dan UUD 1945 hanya dijadikan legitimasi untuk mempertahankan kekuasaan. Penyimpangan-penyimpangan itu melahirkan krisis multidimensional yang menjadi penyebab umum lahirnya gerakan reformasi, seperti:
1.      Krisis politik
Krisis politik yang terjadi pada tahun 1998 merupakan puncak dari berbagai kebijakan politik pemerintahan Orde Baru. Berbagai kebijakan politik yang dikeluarkan pemerintahan Orde Baru selalu dengan alasan dalam kerangka pelaksanaan demokrasi Pancasila. Namun yang sebenarnya terjadi adalah dalam rangka mempertahankan kekuasaan Presiden Suharto dan kroni-kroninya. Artinya, demokrasi yang dilaksanakan pemerintahan Orde Baru bukan demokrasi yang semestinya, melainkan demokrasi rekayasa. Dengan demikian, yang terjadi bukan demokrasi yang berarti dari, oleh, dan untuk rakyat, melainkan demokrasi yang berarti dari, oleh, dan untuk penguasa.
Rekayasa-rekayasa politik terus dibangun oleh pemerintah Orde Baru sehingga pasal 2 UUD 1945 tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Pasal 2 UUD 1945 berbunyi bahwa: ‘Kedaulatan ada di tangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat’. Namun dalam kenyataannya, kedaulatan ada di tangan sekelompok orang tertentu. Anggota MPR sudah diatur dan direkayasa sehingga sebagian besar anggota MPR itu diangkat berdasarkan ikatan kekeluargaan (nepotisme). Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila anggota MPR/DPR terdiri dari para istri, anak, dan kerabat dekat para pejabat negara.

Di samping itu, gerakan reformasi juga menuntut agar dilakukan pembaruan terhadap lima paket Undang-Undang Politik yang dianggap sebagai sumber ketidakadilan (lihat dalam bok di bawah ini). Keadaan partaipartai politik dan Golkar dianggap tidak mampu menampung dan memperjuangkan aspirasi masyarakat Indonesia.

Keadaan itu mengakibatkan munculnya rasa tidak percaya masyarakat terhadap institusi pemerintah, MPR, dan DPR. Ketidakpercayaan itulah yang menyebabkan lahirnya gerakan reformasi Indonesia  yang dipelopori para mahasiswa dan didukung oleh para dosen maupun kaum cendekiawan.  Agenda reformasi yang disuarakan para mahasiswa mencakup beberapa tuntutan, seperti:
1. Adili Suharto dan kroni-kroninya,
2. Laksanakan amandemen UUD 1945,
3. Penghapusan Dwi Fungsi ABRI,
4. Pelaksanaan otonomi daerah yang seluasluasnya,
5. Tegakkan supremasi hukum,
6. Ciptakan pemerintahan yang bersih dari KKN.

2.      Krisis hukum

Rekayasa-rekayasa yang dibangun pemerintahan Orde Baru tidak terbatas pada bidang politik. Dalam bidang hukumpun, pemerintah melakukan intervensi. Artinya, kekuasaan peradilan harus dilaksanakan untuk melayani kepentingan para penguasa dan bukan untuk melayani masyarakat dengan penuh keadilan. Bahkan, hukum sering dijadikan alat pembenaran para penguasa. Kenyataan itu bertentangan dengan ketentuan pasa 24 UUD 1945 yang menyatakan bahwa ‘kehakiman memiliki kekuasaan yang merdeka dan terlepas dari kekuasaan pemerintah (eksekutif)’. Terjadinya ketidakadilan dalam kehidupan masyarakat, salah satunya disebabkan oleh sistem hukum atau peradilan yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, para mahasiswa menuntut agar reformasi di bidang hukum dipercepat pelaksanaannya.

3.      Krisis ekonomi

Krisis ekonomi Indonesia diawali dengan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. Pada tanggal 1 Agustus 1997, nilai tukar rupiah turun dari Rp 2,575.oo menjadi Rp 2,603.oo per dollar Amerika Serikat. Pada bulan Desember 1997, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat turun menjadi Rp 5,000.oo per dollar. Bahkan, pada bulan Maret 1998, nilai tukar rupiah terus melemah dan mencapai titik terendah, yaitu Rp 16,000.oo per dollar.
Melemahnya nilai tukar rupaih mengakibatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 0% dan iklim bisnis semakin bertambah lesu. Keadaan di atas mengakibatkan pemerintah harus menanggung beban hutang yang sangat besar dan kepercayaan dunia internasional terhadap Indonesia semakin menurun dan gairah investasi pun semakin melemah. Akibatnya, pemutusan hubungan kerja (PHK) terjadi di mana-mana. Angka penganggguran pun terus meningkat dan daya beli masyarakat terus melemah. Kesenjangan ekonomi yang telah terjadi sebelumnya semakin melebar seiring dengan terjadinya krisis ekonomi.

Krisis ekonomi yang melanda Indonesia tidak dapat dipisahkan dari berbagai kondisi, seperti:
1)      Hutang Luar Negeri Indonesia. Hutang luar negeri Indonesia yang sangat besar menjadi penyebab terjadinya krisis ekonomi.
2)      Pelaksanaan Pasal 33 UUD 1945. Pemerintah Orde Baru ingin menjadikan negara RI sebagai negara industri. Keinginan itu tidak sesuai dengan kondisi nyata masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia merupakan sebuah masyarakat agraris dengan tingkat pendidikan yang sangat rendah (rata-rata). Oleh karena itu, mengubah Indonesia menjadi negara industri merupakan tugas yang sangat sulit karena masyarakat Indonesia belum siap untuk bekerja di sektor industri.
3)      Pemerintahan Sentralistik. Pemerintahan Orde Baru sangat sentralistik sifatnya sehingga semua kebijakan ditentukan dari Jakarta. Oleh karena itu, peranan pemerintah pusat sangat menentukan dan pemerintah daerah hanya sebagai kepanjangan tangan pemerintah pusat. Misalnya, dalam bidang ekonomi, di mana semua kekayaan diangkut ke Jakarta sehingga pemerintah daerah tidak dapat mengembangkan daerahnya. Akibatnya, terjadilah ketimpangan ekonomi antara pusat dan daerah.

4.      Krisis sosial

Krisis politik, hukum, dan ekonomi merupakan penyebab terjadinya krisis sosial. Pelaksanaan politik yang represif dan tidak demokratis menyebabkan terjadinya konflik politik maupun konflik antar etnis dan agama. Semua itu berakhir pada meletusnya berbagai kerusuhan di beberapa daerah. Krisis sosial dapat terjadi di mana-mana tanpa mengenal waktu dan tempat. 
Tingkat pendidikan masyarakat yang rendah dapat menjadi faktor penentu karena sebagian besar warga masyarakat tidak mampu mengendalikan dirinya. Sementara, para mahasiswa dan para cendekiawandengan kemampuannya dapat mengkritisi berbagai kebijakan pemerintah. Untuk itu, salah satu jalan yang sering ditempuh adalah melakukan demonstrasi secara besar-besaran.

5.      Krisis kepercayaan
Sebab terakhir lahirnya reformasi Indonesia adalah adanya krisis kepercayaan. Krisis multidimensional yang melanda bangsa Indonesia telah mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap kepemimpinan Presiden Suharto. Pada tanggal 18 Mei 1998, pimpinan DPR/MPR mengeluarkan pernyataan agar Presiden Suharto mengundurkan diri. Namun, himbauan pimpinan DPR/MPR agar Presiden Suharto mengundurkan diri dianggap sebagai pendapat pribadi oleh pimpinan ABRI. Oleh karena itu, ketidakjelasan sikap elite politik nasional telah mengundang banyak mahasiswa untuk berdatangan ke gedung DPR/MPR. Keadaan itu merupakan bukti bahwa Presiden Suharto telah menghadapi krisis kepercayaan, baik dari para mahasiswa, aktivis LSM, pihak
oposisi, para cendekiawan, tokoh agama dan masyarakat, maupun dari kawankawan terdekatnya. Akhirnya, pada tanggal 21 Mei 1998, Presiden Suharto menyatakan mengundurkan diri (berhenti) sebagai Presiden RI dan menyerahkan kekuasaan kepada Wakil Presiden.
II.2 Tercapaikah ,Reformasi diIndonesia?
Apakah Reformasi Indonesia sudah tercapai hanya dengan turunnya Suharto? Kemana Suara-suara Reformasi yang kemarin bergema di seluruh tanah air? Saat ini banyak pihak yang sibuk dengan pengusutan harta keluarga Suharto dan kesalahan-kesalahan nya di masa silam. Bahkan banyak pihak yang dulunya bagian dari kepemerintahan Suharto, sekarang ini juga ikut ambil andil dalam membongkar aib-aib lama yang sebenernya juga merupakan aib mereka sendiri. Hanya saja penyuaraannya aibnya itu di atas namakan Suharto.
Turunnya Suharto adalah langkah yang paling awal dari perwujudan Reformasi di Indonesia bukan puncak dari gerakan Reformasi Indonesia, karena yang perlu di Reformasi itu adalah System di Negara Indonesia yang selama ini terkontaminasi. Kenyataan yang ada sekarang ini tampaknya penurunan Suharto adalah puncak dari gerakan Reformasi. Jikalau kita mempunyai hati yang besar, kita harus mengakui proses kenaikan wakil president Habibie menggantikan posisi Suharto sebagai President RI, sebenarnya adalah pukulan yang mengalahkan gerakan Reformasi. Disitu terlihat kehebatan Mantan President kita dalam menyetir situasi kritis yang sedang dihadapinya. Rakyat menghendaki pemerintah saat itu untuk turun yang berarti "semua turun" melalui SUIMPR , saat itu terlihat kehebatan Pengaruh Suharto didalam negara Indonesia untuk menolak dilaksanakannya Sidang Umum Istimewa MPR/DPR, bahkan kehebatan beliau dalam melangkahi UUD 45 dengan mengangkat Habibie sebagai president di Istana Negara dan didepan MA; bukan di Gedung dan dihadapan MPR/DPR. Apakah ABRI tidak sanggup dalam mengatasi situasi saat itu ??? Atau Suharto sudah lupa akan janjinya yang rela berkorban demi rakyat Indonesia.... sehingga merasa pelantikan President cukup dilaksanakan di Istana Negara ??? Sedih rasanya melihat situasi riang gembira di Tanah Air melalui CNN saat Suharto meletakan jabatannya..... terlalu cepat untuk bersuka ria disaat yang sebenarnya gerakan Reformasi baru akan berjalan.
Masih segar dalam ingatan kita disaat-saat akhir kekuasaan Suharto Ketua MPR/DPR Harmoko bisa berkata bahwa Sidang Umum Istimewa MPR bisa dilaksanakan dalam waktu 10 hari ? Tetapi kenapa justru sekarang ini, disaat pemerintah menyetujui SUMPR kita masih harus menunggu sampai awal tahun 1999 ?? Apakah saat itu Harmoko mengatakan SIUMPR bisa diadakan dalam waktu 10 hari hanya karena posisinya yang sudah terjepit, akibat statement yang dibuatnya yang menghimbau Suharto untuk turun, yang di keluarkan setelah Suharto membuat Statement yang kontroversial di Mesir ???? 6 Bulan bukanlah masa yang sebentar di situasi sekarang ini untuk terjadi lagi letupan2 kerusuhan yang sudah mereda, apalagi pemerintah sudah merencanakan akan mencabut subsidi-subsidinya di beberapa sektor.
Seperti kata ekonom nasional Kwik kwan gie, Perekonomian kita saat ini belum berada dititik terendah..kita masih menuju kebawah selama 1-2 tahun mendatang. Setelah kita berada dititik terendah... baru kita bisa membangun kembali sedikit demi sedikit keatas. Dan selama masa itu, yang di perlukan adalah satu pemimpin yang bisa menjadi panutan nasional yang berdasarkan suara rakyat Indonesia sendiri, sehingga bisa menenangkan rakyat untuk menerima dan menjalani situasi yang buruk ini dengan tenang yang artinya tercipta suatu stabilitas politik, dan dengan modal ini kita bisa sedikit demi sedikit membangun kembali perekonomian di Indonesia. Dan hal itu hanya bisa tercapai dengan Sidang Umum Istimewa MPR.
Saat ini suara-2 yang ada kebanyakan masih berkisar atas pengusutan kekayaan Suharto, tanpa menyadari krisis kepemimpinan di Indonesia sendiri yang merupakan kunci untuk memperbaiki situasi sekarang ini. Bisa dibayangkan keadaan nanti jika pemerintah menarik subsidinya sementara kepemimpinan yang ada sekarang ini masih banyak di pertanyakan keabsahannya ? Harus mundur berapa puluh tahun Lagi Negara Kita?
Apa kita menunggu kerusuhan yang diakibatkan krisis kepemimpinan saat ini yang tidak segera kita atasi bersama , dan ABRI yang saat ini kelihatan bobrok dengan Statement bahwa tidak ada jendral dan perwira tersangkut di peristiwa Trisakti ( jika statement itu benar, ini menunjukan bahwa wibawa-2 para perwira ABRI tidak ada di dalam organisasi ABRI itu sendiri. Kalau statement itu hanya politik cuci tangan pihak tertentu saja, ini membuktikan mereka masih menganggap rakyat itu bodoh atau mereka sendiri yang bodoh) kembali aktif di kepemimpinan Nasional dengan dalih menjaga kesatuan dan persatuan Nasional?
II.3 Dampak positif dan negatif Reformasi

Tanpa terasa bahwa usia reformasi sudah memasuki usia ke 11. Ditengah usianya tersebut ternyata reformasi memiliki dua dampak sekaligus.

a)      Dampak Positif
Yaitu reformasi telah menghasilkanmobilitas vertical, misalnya para politisi yang dapat memasuki kancah politik pasca reformasi. Kyai, ustadz, aktivis organisasi, dan kaum terpelajar kemudian memasuki kancah politik. Andaikan tidak ada reformasi, maka sangat tidak mungkinseorang aktivis organisasi, pengusuha, dan bahkankyai dapat menjadi bupati, gebernur apalagi menteri.


b)      Dampak negative
yaitu reformasi telah menghasilkan banyak orang yang kemudian memasuki rumah tahanan (rutan), karena kesalahan yang dilakukannya. Rutan pun kemudian dimasuki oleh para terpelajar, kaum terdidik, para aktivis partai dan juga kaum birokrat. Seandainya tidak ada reformasi, maka juga kecil kemungkinan kyai, aktivis organisasi atau lainnya terjerat kasus politik seperti sekarang. Jadi reformasi bermata dua: positif dan negatif.


Reformasi memang menjadi arena berbagai tarikan kepentingan. Tarikan politik adalah yang paling menarik. Hingga saat ini pertarungan kepentingan begitu tampak menonjol. Dalam masa reformasi maka sudah terdapat beberapa kali pilihan umum. Benturan aturan pun juga tidak terhindarkan. Sebagai akibat reformasi di bidang hukum, maka berbagai gugatan tentang produk politik juga muncul luar biasa. Hal ini hampir tidak dijumpai di era Orde baru. Dalam sistem otoriter, maka nyaris tidak dimungkinkan adanya gugatan politik oleh partai politik yang kalah. Namun di era reformasi ini maka semuanya bisa melakukan gugatan hukum terhadap persoalan politik. Yang terakhir, pasca pilpres tentunya adalah gugatan terhadap keputusan KPU tentang penetapan daftar anggota legislatif terpilih. Ketika Mahkamah Agung membatalkan keputusan KPU tersebut maka pro-kontra pun terjadi. Bahkan juga sudah sampai tahapan saling mengancam akan mengerahkan massanya.

Negeri ini memang penuh paradoks. Anggota legislatif yang memiliki wewenang untuk melakukan legislasi, membuat aturan, kebijakan dan hal-hal lain yang terkait dengan perencanaan program pemerintah justru menjadi lembaga yang paling banyak disorot karena banyaknya kasus korupsi. Kasus P2SEM adalah cermin bagi semuanya bahwa ada sesuatu yang harus selalu dicermati terkait dengan program-program pembangunan. Makanya melakukan pengawasan anggaran menjadi sangat penting. Jika seperti ini, maka memberdayakan masyarakat untuk melek anggaran dan pentingnya transparansi anggaran dirasakan sebagai sesuatu yang sangat mendesak.
Oleh karena itu, agar didapati trust yang membudaya di masyarakat, maka semuanya harus bersia-sekata untuk melawan berbagai penyimpangan terutama yang terkait dengan program pemberdayaan masyarakat.



BAB III PENUTUP
III.3 Kesimpulan

Dalam perspektif Pancasila, gerakan reformasi merupakan suatu upaya untuk menata ulang dengan melakukan perubahan-perubahan sebagai realisasi kedinamisan dan keterbukaan Pancasila dalam kebijaksanaan dan penyelenggaraan negara. Sebagai suatu ideologi yang bersifat terbuka dan dinamis, Pancasila harus mampu mengantisipasi perkembangan zaman, terutama perkembangan dinamika aspirasi rakyat. Nilai-nilai Pancasila adalah ada pada filsafat hidup bangsa Indonesia, dan sebagai bangsa, maka akan senantiasa memiliki perkembangan aspirasi sesuai tuntutan zaman. Oleh karena itu, Pancasila sebagai sumber nilai, memiliki sifat yang reformatif, artinya memiliki aspek pelaksanaan yang senantiasa mampu menyesuaikan dengan dinamika aspirasi rakyat, yang nilai-nilai esensialnya bersifat tetap, yaitu Ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan.

III.2 Saran

Sebagai warga negara yang berdasar pada Pancasila, diharapkan mampu memahami serta dapat mengaplikasikan Pancasila dalam kehidupan baik diri, keluarga, maupun masyarakat sekitar. Sebagai upaya dalam penegakan kehidupan pasca reformasi kita dapat menyikapi segala sesuatu dengan penuh pertimbangan dan bertindak secara dewasa.




JAWABAN PERTANYAAN
  1. Apa arti dan makna reformasi yang diharapkan?
Reformasi adalah era baru dari perjalanan bangsa Indonesia, sebuah jalan menuju cita-cita awal pejuang 45 yang terangkum dalam Pancasila dan UUD 1945. Kehadiran era ini, muncul dari keresahan masyarakat atas penyimpangan-penyimpangan yang mencedari tujuan awal terbentuknya NKRI. Sebuah keniscayaan dari keinginan luhur untuk mewujudkan kehidupan berbangsa yang berdaulat, adil dan makmur.
Gerakan mahasiswa yang menumbangkan rezim Suharto tidak lahir begitu saja, ia hanya puncak dari kekesalan yang setiap hari terus berkembang biak. Hingga pada akhirnya muncullah gerakan besar yang dapat meruhtuhkan kekuasaan Suharto, di mana sebelumnya ia ditakuti oleh masyarakat, karena setiap ada aksi protes atas kebijakannya langsung ditangkap dan kadang tak urung kembali pada keluarganya.
  1. Apa yang harus kita perbuat dalam membangun bangsa dan Negara menuju tujuan nasional?
Untuk mencapai tujuan nasional bangsa Indonesia, kita harus mampu menumbuhkan rasa kebangsaan dan menumbuhkan paham kebangsaan atau nasionalisme yaitu cita – cita atau pemikiran –pemikiran bangsa dengan karakteristik yang berbeda dengan bangsa lain (jati diri). Paham kebangsaan Indonesia ialah Pancasila. Pancasila sebagai pandangan hidup, faslafah hidup bangsa, kemudian menjadi dasar negara dan sekaligus ideologi negara. Rasa kebangsaan dan paham kebangsaan melahirkan semangat kebangsaan yaitu semangat untuk mempertahankan eksistensi bangsa dan semangat untuk menjungjung tinggi martabat bangsa.
  1. Dalam mengeluarkan pendapat apakah batas-batas yang harus dijaga, supaya tidak mengganggu stabilitas nasional ?
Dalam hukum Internasional, kebebasan mengemukakan pendapat di muka umum, dibutuhkan tiga batasan, yakni :
  1. Sesuai dengan hukum yang berlaku
  2. Punya tujuan baik yang diakui masyarakat
  3. Keberhasilan dan suatu tujuan sangat diperlukan 
Faktor sosiologis kultural dan struktural merupakan penghambat penting dalam integrasi nasional di masyarakat yang sangat plural seperti Indonesia. Sebenarnya kondisi itu bukannya tidak dipahami oleh para pemimpin Indonesia. Mereka sebenarnya telah memberikan perhatian terhadap upaya menjembatani kesenjangan multidimensi yang terjadi di masyarakat. Di antaranya dengan mengakomodasi aspirasi masing-masing kelompok yang berbeda ini, terutama di daerah yang memiliki potensi mengalami disintegrasi seperti Papua dan Aceh, dengan memberi otonomi khusus.
  1. Faktor-faktor apakah yang mendorong terjadinya gejolak seperti sekang ini?
Pergerakan Reformasi yang dicetuskan pada era 1997-1998 memang telah mengubah hampir seluruh aspek dari kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia Sistem Politik, pemerintahan, ekonomi, bahkan pendidikan mengalami perubahan yang cukup fundamental sejak pergerakan yang mampu mengakhiri eksistensi rezim Soeharto tersebut menegaskan diri di Indonesia. Dengan perubahan-perubahan tersebut, mencuatlah harapan dan keinginan dari semua pihak untuk memajukan (kembali) kehidupan bangsa sebagaimana telah diamanatkan oleh para founding fathers kita dalam Mukadimah UUD 1945.
Salah satu perubahan yang terjadi adalah pada sistem pemerintahan. Kita ketahui, sistem pemerintahan Indonesia selalu mengalami dinamika dan perubahan-perubahan yang kemudian mengubah substansi dari fungsi pemerintahan itu sendiri. Pada periode 1949-1950, Indonesia memberlakukan sistem republik federal yang pada perkembangannya hanya menjadi alat bagi pihak asing untuk menumbuhkan benih-benih separatisme. Kemudian, Indonesia memberlakukan sistem politik demokrasi liberal dan sistem kabinet parlementer. Sistem ini terbukti juga tidak berjalan optimal karena adanya friksi dan pertentangan antarfaksi di parlemen.
Pertentangan yang jelas terlihat pada PNI yang berideologi marhaen, PSI yang berideologi sosial-demokrat, PKI yang berideologi sosial-komunis, dan Masyumi yang berideologi Islam. Akan tetapi, keadaan tersebut semakin diperparah oleh sikap Presiden Soekarno yang mendeklarasikan diri sebagai dktator melalui dekrit 5 Juli 1959. Alhasil, Demokrasi terpimpin dengan jargon-jargon seperti Manifesto Politik Indonesia (Manipol), UUD ’45, Sosialisme, Demokrasi (Usdek), dan Nasionalisme, Agama, Komunisme (Nasakom) berkuasa sampai G30S/PKI menumbangkan kekuasaan tersebut.
Pada era orde baru, sistem pemerintahan presidensil yang ketat di satu sisi dapat membawa stabilitas politik di Indonesia. Akan tetapi, tindakan Soeharto di pertengahan masa jabatannya ternyata tidak jauh berbeda dengan Soekarno, hanya ingin berkuasa dengan berbagai kepentingan di dalamnya. Doktrin P4 dan Asas tunggal Pancasila diberlakukan. Hasilnya, HMI harus mengalami perpecahan menjadi PB HMI yang menerima asas tunggal dan HMI MPO yang menolak. PII yang merupakan “adik” HMI dengan tegas menolak asas tunggal dan akhirnya menjadi organisasi bawah tanah.
Penangkapan aktivis terjadi di mana-mana, mulai dari Tanjung Priok sampai Talangsari Lampung. AM Fatwa, Wakil Ketua MPR-RI sekarang adalah satu dari aktivis yang ditangkap akibat sikap represif aparat orde baru. Dalam audiensi pimpinan MPR-RI dengan mahasiswa    
5.      Bagaimana pendapat anda kebebasan berbicara yang terjadi  akhir – akhir ini dari sudut pandang etika dan bagaimana semsetinya ?
Sepertinya kebebasan berbicara saat ini sudah mulai menyimpang dari sikap kesopanan, hal inisangat disayangkan karena bangsa Indonesia dikenal sebagai orang yang ramah dan memiliki sikap sopan santun yang sangat baik
Orang saat ini sepertinya suadah tidak memiliki rasa malu dalam berbicara, mereka bebas berbica dengan dengan kata kata yag tentu sangat tidak baik didepan umum hal ini didasari dengan berkurangnya rasa mau dan sikap sopan santun karena sudah hidup dalam dunia yang bebas
Semua ini dapat dicegah dengan meningkatkan kegiatan kegiatan yang positif agar dapat memajukan bangsa dengan kegiatan kegiatan tersebut dantentunya kalau orang sudah mengikuti kegiatan kegiatan yangpositi pikiran merka pun pasti akan terbawa kedalam kegiatan yang positif pula.




Daftar Pustaka



Rabu, 29 April 2015

Pembinaan Karakter Kebangsaan




BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
                        Pembinaan karakter bangsa memiliki urgensi yang sangat luas dan bersifat multidimensional. Sangat luas karena terkait dengan pengembangan multiaspek  potensi-potensi keunggulan bangsa dan bersifat multidimensional karena mencakup dimensi-dimensi kebangsaan yang hingga saat ini sedang dalam proses “menjadi”. 
                        Pembinaan karakter bangsa harus diaktualisasikan secara nyata dalam bentuk aksi nasional dalam rangka memantapkan landasan spiritual, moral, dan etika pembangunan bangsa sebagai upaya untuk menjaga jati diri bangsa dan memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa dalam naungan NKRI. Pembinaan karakter bangsa harus dilakukan melalui pendekatan sistematik dan integratif dengan melibatkan keluarga; satuan pendidikan; pemerintah; masyarakat termasuk teman sebaya, generasi muda, lanjut usia, media massa, pramuka, organisasi kemasyarakatan, organisasi politik, organisasi profesi, lembaga swadaya masyarakat; kelompok strategis seperti elite struktural, elite politik, wartawan, budayawan, agamawan, tokoh adat, serta tokoh masyarakat. Adapun strategi pembinaan karakter dapat dilakukan melalui sosialisasi, pendidikan, pemberdayaan, pembudayaan, dan kerja sama dengan memperhatikan kondisi lingkungan dan kebutuhan masyarakat serta pendekatan multidisiplin yang tidak menekankan pada indoktrinasi.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apa yang di maksud dengan karakter, karakter bangsa, dan pembinaan karakter bangsa ?
2.      Lingkunagan apa saja yang mempengaruhi karakter bangsa?
3.      Bagaimana hasil karakter yang diharapkan dari pembinaan karakter bangsa dalam rangka ketahanan nasional?
4.      Bagaimana strategi pembinaan karakter bangsa dalam rangka ketahanan nasional?








BAB II
PEEMBINAAN KARAKTER KEBANGSAAN INDONESIA
A.    Pengertian Karakter, Karakter Bangsa, dan Pembangunan Karakter Bangsa

1.       Karakter 
            Karakter adalah  nilai-nilai yang khas-baik (tahu nilai kebaikan, mau berbuat baik, nyata berkehidupan baik, dan berdampak baik terhadap lingkungan) yang terpateri dalam diri dan terejawantahkan dalam perilaku. Karakter secara koheren memancar dari hasil olah pikir, olah hati, olah raga, serta olah rasa dan karsa seseorang atau sekelompok orang. Karakter merupakan ciri khas seseorang atau sekelompok orang yang mengandung nilai, kemampuan, kapasitas moral, dan ketegaran dalam menghadapi kesulitan dan tantangan.

2.       Karakter Bangsa
            Karakter bangsa adalah  kualitas perilaku kolektif kebangsaan yang khas-baik yang tecermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku  berbangsa dan bernegara sebagai hasil olah pikir, olah hati, olah rasa dan karsa, serta olah raga seseorang atau sekelompok orang. Karakter bangsa Indonesia akan menentukan perilaku kolektif kebangsaan Indonesia yang khas-baik yang tecermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku  berbangsa dan bernegara Indonesia yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila, norma UUD 1945, keberagaman dengan prinsip Bhinneka Tunggal Ika, dan komitmen terhadap NKRI.

3.       Pembinaan Karakter Bangsa
            Pembinaan Karakter Bangsa adalah upaya kolektif-sistemik suatu negara kebangsaan untuk mewujudkan kehidupan berbangsa dan bernegara yang sesuai dengan dasar  dan ideologi, konstitusi, haluan negara, serta potensi kolektifnya dalam konteks kehidupan nasional, regional, dan global yang berkeadaban untuk membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, patriotik, dinamis, berbudaya, dan berorientasi Ipteks berdasarkan Pancasila dan dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pembinaan karakter bangsa dilakukan secara koheren melalui proses sosialisasi, pendidikan dan pembelajaran, pemberdayaan, pembudayaan, dan kerja sama  seluruh komponen bangsa dan negara.


B.     Lingkungan yang mempengaruhi karakter bangsa

1.      Lingkungan Global
            Globalisasi dalam banyak hal memiliki kesamaan dengan internasionalisasi yang dikaitkan dengan  berkurangnya peran dan batas-batas suatu negara yang disebabkan adanya peningkatan keterkaitan dan ketergantungan antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia melalui berbagai bentuk interaksi. Globalisasi juga dapat memacu pertukaran arus manusia, barang, dan informasi tanpa batas. Hal itu dapat menimbulkan dampak terhadap penyebarluasan pengaruh budaya dan nilai-nilai termasuk ideologi dan agama dalam suatu bangsa yang sulit dikendalikan. Pada gilirannya hal ini akan dapat mengancam jatidiri bangsa.
            Berdasarkan indikasi tersebut, globalisasi dapat membawa perubahan terhadap pola berpikir dan bertindak masyarakat dan bangsa Indonesia, terutama masyarakat kalangan generasi muda yang cenderung mudah terpengaruh oleh nilai-nilai dan budaya luar yang tidak sesuai dengan kepribadian dan karakter bangsa Indonesia. Untuk itu, diperlukan upaya dan strategi yang tepat dan sesuai agar masyarakat Indonesia dapat tetap menjaga nilai-nilai budaya dan jati diri bangsa serta generasi muda tidak kehilangan kepribadian sebagai bangsa Indonesia.

2.      Lingkungan Regional
            Pada lingkungan regional, pengaruh globalisasi juga membawa dampak terhadap terkikisnya budaya lokal di zona negara-negara Asia Tenggara. Dampak tersebut berwujud adanya ekspansi budaya dari negara-negara maju yang menguasai teknologi informasi. Meskipun telah dilaksanakan upaya pencegahan melalui program kerja sama kebudayaan, namun melalui teknologi infomasi yang dikembangkan, pengaruh negara lain dapat saja masuk. Produk-produk budaya disebarluaskan melalui berbagai teknologi media yang akhirnya membentuk perilaku baru, kebudayaan baru, dan kemungkinan jati diri baru. Hal ini tentunya merupakan ancaman bagi pembinaan sikap, perilaku, dan jati diri sebagai suatu bangsa.  
            Perkembangan regional Asia atau lebih khusus ASEAN dapat membawa perubahan terhadap pola berpikir dan bertindak masyarakat dan bangsa Indonesia. Untuk itu, diperlukan strategi yang tepat dan sesuai agar masyarakat Indonesia dapat tetap menjaga nilai-nilai budaya dan jati diri bangsa serta generasi muda tetap memiliki kepribadian sebagai bangsa Indonesia.

3.      Lingkungan Nasional
            Perkembangan politik di dalam negeri dalam era reformasi telah menunjukkan arah terbentuknya demokrasi yang baik. Selain itu telah direalisasikan adanya kebijakan desentralisasi kewenangan melalui kebijakan otonomi daerah. Namun, sampai saat ini, pemahaman dan implementasi konsep demokrasi dan otonomi serta pentingnya peran pemimpin nasional masih belum memadai. Sifat kedaerahan yang kental dapat mengganggu proses demokrasi dan bahkan mengganggu persatuan nasional.
            Harus diakui bahwa banyak kemajuan yang telah dicapai bangsa Indonesia sejak lebih dari enam puluh tahun merdeka. Pembangunan fisik dimulai dari zaman orde lama, orde baru, orde reformasi hingga pasca reformasi terasa sangat pesat, termasuk pembangunan infrastruktur pendukung pembangunan yang mencapai tingkat kemajuan cukup berarti. Misalnya, jaringan listrik, jaringan komunikasi, jalan raya, berbagai sumber energi, serta prasarana dan sarana pendukung lainnya. Kemajuan fisik yang terlihat kasat mata adalah banyaknya gedung bertingkat di kota-kota besar di Indonesia yang mengindikasikan kemajuan bangsa Indonesia dalam bidang pembangunan. Selain itu, kemajuan penting yang dicapai dalam tata pemerintahan adalah diluncurkannya Undang-undang tentang Otonomi Daerah pada tahun 2001 yang memberi keleluasaan kepada pemerintah daerah, provinsi dan kabupaten/kota untuk membangun daerah dengan kekuatan dan potensi yang dimilikinya.
            Kemajuan di bidang fisik harus diimbangi dengan pembangunan nonfisik, termasuk membina karakter dan jati diri bangsa agar menjadi bangsa yang kukuh dan memiliki pendirian yang teguh. Sejak zaman sebelum merdeka hingga zaman pasca reformasi saat ini perhatian terhadap pendidikan dan pengembangan karakter terus mendapat perhatian tinggi. Pada awal kemerdekaan pembangunan pendidikan menekankan pentingnya jati diri bangsa sebagai salah satu tema pokok pembinaan karakter dan pekerti bangsa. Pada zaman Orde Lama, Nation and Character Building merupakan pembinaan karakter dan pekerti bangsa. Pada zaman Orde Baru, pembinaan karakter bangsa dilakukan melalui mekanisme penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4). Pada zaman Reformasi, sejumlah elemen kemasyarakatan menaruh perhatian terhadap pembinaan karakter bangsa yang diwujudkan dalam berbagai bentuk kegiatan.

C.    Karakter yang Diharapkan
            Secara psikologis karakter individu dimaknai sebagai hasil keterpaduan empat bagian, yakni olah hati, olah pikir, olah raga, olah rasa dan karsa. Olah hati berkenaan dengan perasaan sikap dan keyakinan/keimanan. Olah pikir berkenaan dengan proses nalar guna mencari dan menggunakan pengetahuan secara kritis, kreatif, dan inovatif. Olah raga berkenaan dengan proses persepsi, kesiapan, peniruan, manipulasi, dan penciptaan aktivitas baru disertai sportivitas. Olah rasa dan karsa berkenaan dengan kemauan dan kreativitas yang tecermin dalam kepedulian, pencitraan, dan penciptaan kebaruan. Karakter individu yang dijiwai oleh sila-sila Pancasila pada masing-masing bagian tersebut, dapat dikemukakan sebagai berikut.
1.      Karakter yang bersumber dari olah hati, antara lain beriman dan bertakwa, jujur, amanah, adil, tertib, taat aturan, bertanggung jawab, berempati, berani mengambil resiko, pantang menyerah, rela berkorban, dan berjiwa patriotik;
2.      Karakter yang bersumber dari olah pikir antara lain cerdas, kritis, kreatif, inovatif, ingin tahu, produktif, berorientasi Ipteks, dan reflektif;
3.      Karakter yang bersumber dari olah raga/kinestetika antara lain bersih, dan sehat, sportif, tangguh, andal, berdaya tahan, bersahabat, kooperatif, determinatif, kompetitif, ceria, dan gigih;
4.      Karakter yang bersumber dari olah rasa dan karsa antara lain kemanusiaan, saling menghargai, gotong royong, kebersamaan, ramah, hormat, toleran, nasionalis, peduli, kosmopolit (mendunia), mengutamakan kepentingan umum, cinta tanah air (patriotis), bangga menggunakan bahasa dan produk Indonesia, dinamis, kerja keras, dan beretos kerja.
            Olah hati, olah pikir, olah raga, serta olah rasa dan karsa sebenarnya saling terkait satu sama lainnya. Oleh sebab itu, banyak aspek karakter yang dapat dijelaskan sebagai hasil dari beberapa proses.

D.    STRATEGI PEMBINAAN KARAKTER BANGSA

1.    Strategi Pembinaan Karakter Bangsa Melalui Sosialisasi
Sosialisasi dimaknai sebagai usaha sadar dan terencana untuk membangkitkan kesadaran dan sikap positif terhadap pembangunan karakter bangsa guna mewujudkan masyarakat yang berketuhanan yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, berjiwa persatuan Indonesia, berjiwa kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Agar sosialisasi dapat berlangsung  efektif dan efisien, maka pemilihan media dan target sasaran menjadi sangat penting. Disadari atau tidak perkembangan teknologi informasi dengan media sebagai piranti utama, berimplikasi pada tatanan kehidupan umat manusia dalam berbagai dimensinya, baik dalam dimensi politik, ekonomi, sosial budaya, maupun agama. Kondisi ini patut diwaspadai sehingga masyarakat tidak terjebak pada kemajuan teknologi informasi semata tanpa berupaya. Dengan demikian, unsur media (cetak, elektronik, tradisional) harus diposisikan sebagai mitra strategis dalam upaya pembinaan karakter bangsa utamanya dalam hal sosialisasi.
Di samping unsur media, hal lain yang perlu mendapatkan perhatian adalah penentuan kelompok-kelompok sasaran sehingga dampak sosialisasi segera merambah pada setiap anak bangsa, terutama generasi muda. Pada dasarnya kelompok sasaran adalah seluruh warga negara Indonesia, yang lebih difokuskan pada generasi muda. Adapun sasaran adalah pemerintah, dunia usaha dan industri, satuan pendidikan, organisasi sosial kemasyarakatan/ profesi, organisasi sosial politik, dan media massa.
2.    Strategi Pembinaan Karakter Bangsa Melalui Pendidikan
                  Pendidikan karakter adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana serta proses pemberdayaan potensi dan pembudayaan peserta didik guna membangun karakter pribadi dan/atau kelompok yang unik-baik sebagai warga negara. Hal itu diharapkan  mampu memberikan kontribusi optimal dalam mewujudkan masyarakat yang berketuhanan yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, berjiwa persatuan Indonesia, berjiwa kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
            Strategi pembinaan karakter bangsa melalui program pendidikan memerlukan dukungan penuh dari pemerintah yang dalam hal ini berada di jajaran Kementerian Pendidikan Nasional. Oleh karena itu, fasilitasi yang perlu didukung berupa hal-hal sebagai berikut:
a.       Pengembangan kerangka dasar dan perangkat kurikulum, inovasi pembelajaran dan pembudayaan karakter; standardisasi perangkat dan proses penilaian, kerangka dan standardisasi media pembelajaran yang dilakukan secara sinergis oleh pusat-pusat di lingkungan Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Nasional.
b.      Pengembangan satuan pendidikan yang memiliki budaya kondusif bagi pembangunan karakter dalam berbagai modus dan konteks pendidikan usia dini, pendidikan dasar dan menengah, serta pendidikan tinggi  dilakukan secara sistemik oleh semua direktorat terkait di lingkungan Kementerian Pendidikan Nasional.
c.       Pengembangan kelembagaan dan program pendidikan nonformal dan informal dalam rangka pendidikan karakter  melalui berbagai modus dan konteks dilakukan secara sistemik oleh semua direktorat terkait di lingkungan Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal dan Informal.
d.      Pengembangan dan penyegaran kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan, baik di jenjang pendidikan usia dini, dasar, menengah maupun pendidikan tinggi yang relevan dengan pendidikan karakter dalam berbagai modus dan konteks dilakukan secara sistemik oleh semua direktorat terkait.
e.       Pengembangan karakter peserta didik di perguruan tinggi  melalui penguatan standar isi dan proses, penelitian dan pengembangan pendidikan karakter, pembinaan lembaga pendidikan tenaga kependidikan, pengembangan dan penguatan jaringan informasi professional. Pembinaan karakter dilakukan secara sistemik oleh semua direktorat terkait.

3.    Strategi Pembinaan Karakter Bangsa melalui  Pemberdayaan
                  Pemberdayaan merupakan salah satu strategi pembinaan karakter bangsa yang diarahkan untuk memampukan para pemangku kepentingan dalam rangka menumbuhkembangkan partisipasi aktif mereka dalam pembangunan karakter.
                  Lingkungan keluarga merupakan wahana pendidikan karakter yang pertama dan utama. Oleh karena itu orang tua perlu ditingkatkan kemampuannya sehingga memiliki kemampuan untuk melakukan pembinaan dan pengembangan karakter. Pemberdayaan dilingkup keluarga dilakukan melalui:
(1) penetapan regulasi yang mendorong orang tua dapat berinteraksi dengan sekolah, dan lembaga pendidikan yang terkait pembangunan karakter
(2) pemberian pelatihan dan penyuluhan tentang pendidikan karakter (3) pemberian penghargaan kepada para tokoh-tokoh atau orang tua yang telah menunjukkan komitmennya dalam membangun karakter di lingkungan keluarga
(4) peningkatan komunikasi pihak sekolah dan lembaga  pendidikan terkait dengan orang tua.

4.    Strategi Pembinaan Karakter Bangsa melalui Pembudayaan
                 Strategi pembinaan karakter bangsa melalui pembudayaan dilakukan melalui keluarga, satuan pendidikan, masyarakat, dunia usaha, partai politik, dan media massa. Strategi pembudayaan menyangkut pelestarian, pembiasaan, dan pemantapan nilai-nilai baik guna meningkatkan martabat sebuah bangsa. Strategi tersebut dapat berwujud pemodelan, penghargaan, pengidolaan, fasilitasi, serta hadiah dan hukuman.
                  Pemerintah harus menjadi teladan bagi pembudayaan karakter bangsa karena pemerintah harus dapat menjadi contoh warganya. Pemerintahan yang baik mencerminkan masyarakat yang baik. Masyarakat yang berkarakter mencerminkan warga negara yang berkarakter. Pemerintah dengan demikian harus selalu di garda depan dalam pembudayaan karakter dengan segala manifestasinya. Selain keteladan, pembudayaan dalam lingkup pemerintah dapat dilakukan dengan pembiasaan nilai-nilai di lingkungan pemerintah, peningkatan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta penegakan aturan.
5.    Strategi Pembinaan Karakter Bangsa Melalui Kerjasama
                  Pada dasarnya, kunci akhir sebuah strategi ada pada kerjasama dan koordinasi. Berbagai kerjasama dan kordinasi dapat dilakukan antarwarga negara, antarkelompok, antarlembaga, antardaerah, dan bahkan antarnegara.
                  Ada beberapa cara yang dapat menjadikan kerjasama dapat berjalan dengan baik dan mencapai tujuan yang telah disepakati. Hal itu dapat dimulai  dengan saling terbuka, saling mengerti, dan saling menghargai. Setelah kerjasama dapat dilakukan, maka langkah selanjutnya adalah koordinasi dan evaluasi. Bentuk koordinasi yang dapat dilakukan antara lain:
1.      koordinasi perencanaan kegiatan pendidikan karakter secara dinamis dari jenjang pendidikan usia dini, dasar, menengah, hingga pendidikan tinggi sesuai konteks kebutuhan dan perubahan zaman;
2.      koordinasi kegiatan satuan pendidikan dengan lembaga pendidikan di alam terbuka, antara lain gerakan Pramuka, dalam hal penerapan silabi pendidikan karakter;
3.      koordinasi secara teknikal dengan lembaga yang mengembangkan kompetensi teknologi informasi dan komunikasi, multimedia  dalam pembuatan materi  interaktif pendidikan karakter;
4.      koordinasi dengan lembaga yang mengembangkan kompetensi bidang psikologi dan  komunikasi dalam perencanaan model proses pembelajaran pendidikan karakter sesuai  penciri warga negara agar mampu mengadaptasikan dirinya dalam pluralitas karakter di lingkungan global.










BAB IV
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
                        Negara Indonesia adalah negara yang solid terdiri dari berbagai suku dan bangsa, terdiri dari banyak pulau-pulau dan lautan yang luas. Jika kita sebagai warga negara ingin mempertahankan daerah kita dari ganguan bangsa/negara lain, maka kita harus memperkuat ketahanan nasional kita. Ketahanan nasional adalah cara paling ampuh, karena mencakup banyak landasan seperti : Pancasila sebagai landasan ideal, UUD 1945 sebagai landasan konstitusional dan Wawasan Nusantara sebagai landasan visional, jadi dengan demikian katahanan nasional kita sangat solid.
Mengingat penting dan luasnya cakupan pembinaan karakter bangsa dalam rangka ketahanan nasional, menjadikan masyarakat berketuhanan yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, berjiwa persatuan Indonesia, berjiwa kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, maka diperlukan komitmen dan dukungan dari lembaga penyelenggara negara, dunia usaha dan industri, masyarakat, media massa dan pemangku kepentingan lainnya untuk menyusun  program kerja dan mengkoordinasikan dengan pihak terkait agar terjadi sinergi yang kokoh untuk mewujudkan Indonesia yang lebih baik.














Jawaban Pertanyaan
1.      Paham Kebangsaan, Rasa Kebangsaan, dan Semangat Kebangsaan
Paham Kebangsaan. Paham Kebangsaan merupakan pengertian yang mendalam tentang apa dan bagaimana bangsa itu mewujudkan masa depannya. Dalam mewujudkan paham tersebut belum diimbangi adanya legitimasi terhadap sistem pendidikan secara nasional, bahkan masih terbatas muatan lokal, sehingga muatan nasional masih diabaikan. Tidak adanya materi pelajaran Moral Pancasila atau Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB) atau sertifikasi terhadap Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) di setiap strata pendidikan, baik formal, nonformal, maupun di masyarakat luas.
Rasa Kebangsaan. Rasa kebangsaan tercermin pada perasaan rakyat, masyarakat dan bangsa terhadap kondisi bangsa Indonesia yang dalam perjalanan hidupnya menuju cita-cita bangsa yaitu masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Hal ini masih dirasakan jauh untuk menggapainya, karena lunturnya rasa kebangsaan yang tercermin dalam kehidupan sehari-hari dengan berbagai peristiwa, baik perasaan mudah tersinggung yang mengakibatkan emosional tinggi yang berujung pada pembunuhan, bahkan pada peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan 17 Agustus yang setiap tahun dirayakan kurang menggema, karena kurangnya penghayatan dan pengamalan terhadap Pancasila. Di samping itu, adanya tuntutan sekelompok masyarakat dengan isu putra daerah terutama dalam Pilkada masih terjadi amuk massa dengan kepentingan sektoral, sehingga akan mengakibatkan pelaksanaan pembangunan nasional terhambat.
Semangat Kebangsaan. Belum terpadunya semangat kebangsaan atau nasionalisme yang merupakan perpaduan atau sinergi dari rasa kebangsaan dan paham kebangsaan. Hal ini tercermin pada sekelompok masyarakat mulai luntur dalam memahami adanya pluralisme, karena pada kenyataannya bangsa Indonesia terdiri atas bermacam suku, golongan dan keturunan yang memiliki ciri lahiriah, kepribadian, kebudayaan yang berbeda, serta tidak menghapus kebhinekaan, melainkan melestarikan dan mengembangkan kebhinekaan sebagai dasarnya.
Penghayatan dan pengamalan Pancasila dalam wawasan kebangsaan yang terasakan saat ini, belum mampu menjaga jati diri, karakter, moral dan kemampuan dalam menghadapi berbagai masalah nasional. Padahal dengan pengalaman krisis multidimensional yang berkepanjangan, agenda pemahaman, penghayatan dan pengamalan Pancasila dalam bentuk wawasan kebangsaan bagi bangsa Indonesia harus diarahkan untuk membentuk serta memperkuat basis budaya agar mampu menjadi tumpuan bagi usaha pembangunan di segala aspek kehidupan maupun di segala bidang.
2.  Pengertian Wawasan Kebangsaan
Istilah Wawasan Kebangsaan terdiri dari dua suku kata yaitu “Wawasan” dan “Kebangsaan” dan secara etimologis istilah wawasan berarti hasil mewawas, tinjauan, pandangan dan dapat juga berarti konsepsi cara pandang (Kamus Besar Bahasa Indonesia: 1998 dalam Suhady 2006: 18).
Wawasan Kebangsaan sangat identik denga Wawasan Nusantara yaitu wawasan/konsepsi cara pandang bangsa Indonesia dalam mencapai tujuan nasional yang mencakup perwujudan kepulauan nusantara sebagai satu kesatuan politik, sosial budaya, ekonomi dan pertahanan keamanan, serta identik pula dengan Wawasan sosial sebagai kemampuan untuk memahami cara-cara penyesuaian diri atau penempatan diri di lingkungan sosial, dalam Suhady (2006: 18-1)
Wawasan adalah kemampuan untuk memahami cara memandang sesuatu konsep tertentu yang direfleksikan dalam perilaku tertentu sesuai dengan konsep atau pokok pikiran yang terkandung di dalamnya (Suhadi, 2006).
Kebangsaan berasal dari kata bangsa yang mengandung arti ciri-ciri yang menandai golongan bangsa tertentu dan mengandung arti kesadaran diri sebagai warga dari suatu Negara (Kamus Besar Bahasa Indonesia: 1989 dalam Suhady 2006).
Kebangsaan adalah tindak tanduk kesadaran dan sikap yang memandang diri sebagai suatu kelompok bangsa yang sama dengan keterikatan sosio-kultural yang disepakati bersama (Parangtopo: 1993 dalam Suhady 2006).
Wawasan kebangsaan adalah suatu wawasan yang mementingkan kesepakatan, kesejahteraan, kelemahan dan keamanan bangsa sebagai titik tolak dalam berfalsafah berencana dan bertindak (Suhady, 2006: 19).
Guna penerapan konsep wawasan kebangsaan perlu dipahami 2 aspek yaitu aspek moral karena konsep wawasan kebangsaan mensyaratkan adanya perjanjian diri/ komitmen pada seseorang/ masyarakat untuk turut bekerja bagi kelanjutan eksistensi bangsa dan bagi peningkatan kualitas hidup bangsa, dan aspek intelektual karena konsep wawasan kebangsaan menghendaki pengetahuan yang memadai guna mentuntaskan tantangan yang dihadapi bangsa saat ini dan masa mendatang serta potensi yang dimiliki bangsa (Suhady, 2006).
Wawasan kebangsaan dapat juga diartikan sebagai sudut pandang/ cara memandang yang mengandung kemampuan seseorang atau kelompok orang untuk memahami keberadaan jati diri sebagai suatu bangsa dalam memandang dirinya dan bertingkah laku sesuai falsafah hidup bangsa dalm lingkungan internal dan lingkungan eksternal. Wawasan menentukan cara bangsa mendayagunakan kondisi geografis Negara, sejarah, sosio-budaya, ekonomi dan politik serta pertahanan keamanan dalam dalam mencapai cita-cita dan menjamin kepentingan nasional.
Wawasan kebangsaan menentukan bangsa menempatkan diri dalam tat berhubungan dengan sesame bangsa dan dalam pergaulan dengan bangsa-bangsa lain di dunia internasional.
Wawasan kebangsaan mengandung komitmen dan semangat persatuan untuk menjamin keberadaan dan peningkatan kualitas kehidupan bangsa dan menghendaki pengetahuan yang memadai tentang tantangan masa kini dan masa mendatang serta berbagai potensi bangsa (Suhady, 2006: 12-20).

3.  Pengertian Wawasan Nusantara
Wawasan nusantara yang biasa disingkat wasantara berasala dari kata wawas (atau dari kata induk mawas)yang mempunyai arti pandang, melihat. Dengan memberikan akhiran -an maka akan mempunyai tambahan arti cara. Wawasan berarti suatu cara pandang/lihat. Kata pandang tidak selamanya dihubungkan dengan panca indera penglihatan tapi dapat diperluas menjadi respon, menyikapi, langkah. Jadi,wawasan adalah suatu cara menyikapi dengan dasar yang tertentu sebagai acuan.
Sedangkan nusantara berasal dari dua kata yaitu nusa dan antara. Nusa merupakan isitilah jawa kuno yang mempunyai arti pulau. Antara mengandung makna ada sesuatu yang diapit. Nusantara berarti pulau yang mengapit. Jika diperluas dapat diartikan sebagai kepulauan yang saling terikat satu sama lain.
Jadi wawasan nusantara secara arti kata adalah cara pandang suatu bangsa berkepulaun dalam menyikapi permasalahan-permasalahan dalam kehidupannya dengan kondisi beraneka ragam (itu adalah defini versi saya). Sedangkan defini sebagai bangsa Indonesia yang notabene adalah negara kepulauan, Wawasan nusantara adalah cara pandang bangsa Indonsia tentang diri dan lingkungan sekitarnya berdasarkan ide nasionalnya yang berlandaskan pancasila dan UUD 1945 yang merupakan aspirasi bangsa Indonsia yang merdeka dan berdaulat untuk mencapai tujuan nasional.
Definisi resminya menurut Ketetapan MPR Tahun 1993 dan 1998 tentang GBHN, Wawasan Nusantara yang merupakan wawasan nasional yang bersumber pada Pancasila dan berdasarkan UUD 1945adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam menyelengarakan kehidupanbermasyarakat, berbangsa, dan bernegara untuk mencapai tujuan nasional.
4. Peran yang dapat dilakukan Mahasiswa dalam menanggulangi kondisi Negara yang diperlukan saat ini
Mahasiswa merupakan salah satu aset Negara dan penerus yang nantinya akan menggantikan kedudukan para pejabat menteri dan presiden dalam mengurus dan mengembangkan Negara ini lebih maju lagi. Upaya merajut wawasan berkebangsaan, tentunya mahasiswa akan mengetahui ada satu potensi besar dalam keragaman kaum muda, keragaman bangsa, dan mengenal suku-suku lain apabila mengimplementasikannya dengan mengadakan satu kegiatan yang mampu mengembangkan wawasan tersebut. Beberapa contoh kasus dalam meningkatkan wawasan kebangsaan:
1.  Sederhananya, melalui kegiatan jambore yang diadakan oleh kampus menjadi suatu komunitas generasi muda yang terdidik agar bisa menjadi pilar penyebar semangat cinta Tanah Air, berbudaya unggul, dan berprestasi secara akademik maupun secara kemasyarakatan.
2.  Pelaksanaan karya bakti untuk memajukan lingkungan sekitar yang sekiranya membutuhkan bantuan. Dengan begitu, hal ini secara tidak langsung akan mempererat persatuan antara masyarakat dengan mahasiswa.
3. Pelaksanaan makrab (malam keakraban) yang mampu menjalin rasa persatuan yang kuat satu dengan yang lainnya. Hal ini akan menumbuhkan solidaritas yang erat antar mahasiswa maupun dengan para dosennya. ”Dalam setiap kebangkitan sebuah peradaban di belahan dunia manapun maka kita akan menjumpai bahwa pemuda adalah salah satu irama rahasianya”(Hasan Al Banna).
5.  Tindakan mengatasi demo anarkhis, perkelahian, perjudian, narkoba, dan sebagainya di kalangan Mahasiswa
Sebagai mahasiswa,seharusnya mengesampingkan masalah pribadi atau kelompok. Seharusnya kita harus mengedepankan kepentingan bersama. Pikiran positif harus diciptakan semua pihak. Pikiran positif pihak mahasiswa harus diciptakan untuk menjadi lebik bijak. Bahwa polisi adalah aparat yang tidak mementingkan kepentingan politik, mereka hanya sekedar berorientasi melancarkan hambatan yang menganggu keamanan dan ketertiban umum. Mahasiswa juga harus sadar bahwa polisi adalah profesional yang diciptakan untuk menghargai simbol-simbol korpsnya secara mutlak. Simbol kebanggaan korps seperti bendera atau markas harus dijaga dengan darah dan nyawa. Bila simbol kebanggan korps seperti markas mereka diserang maka akan meningkatkan adrenalinnya untuk melakukan tindakan yang diluar rasio akal sehat seorang sipil.
Selain itu, pemerintah perlu melakukan upaya menanamkan nilai-nilai kebangsaan, persatuan dan persaudaraan yang berlandaskan pada Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika dan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) agar tumbuh pemahaman demokrasi yang baik di tengah masyarakat. Dan dalam berdemokrasi masyarakat harus memiliki sportivitas yaitu siap kalah dan siap menang. Bila hukum dan keadilan benar-benar dilaksanakan secara jujur dan konsisten, maka gejolak di tengah masyarakat akibat kemiskinan dan kesenjangan ekonomi tidak akan terjadi.








DAFTAR PUSTAKA
Amori,   A.  2007.  A Theoritical Framework for Educational Game Development.  Educational Technology Research & Development:  Game Object Model  Version II
Hasan,  H.S.  2010.  Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa.  Jakarta:  Litbang Puskur Kemdiknas
Nunut. 2011. Pembentukan karakter bangsa dengan pancasilahttp://nunutwaone/2011/5/makalah-pembentukan-karakter-bangsa-pancasila.html